IPB Teliti Emisi Kelapa Sawit di Perkebunan PT KTU Siak

PEKANBARU - Pakar Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Supiandi Sabiham dan timnya melaksanakan penelitian tentang emisi kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit milik PT Kimia Tirta Utama (Astra Group), Kecamatan Koto Gasib, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

Penelitian ini sudah berjalan lebih 1 tahun dan hasilnya dapat mengejutkan dunia internasional.

Menurut Prof Supiandi, hasil penelitiannya yaitu, ternyata emisi kelapa sawit tidak sebesar yang dikampanyekan selama ini.

"Selama satu tahun kita lakukan penelitian tentang emisi sawit, hasilnya menarik. Hasil ini bisa mengkonter penelitian lain yang mengatakan emisi sawit 95 ton Co2 per hektar per tahun," kata Prof Supiandi.

Angka 95 ton Co2 per hektar per tahun itu memang dari metodologi berbeda dengan penelitiannya.

"Metoda mereka sangat tidak realistik, sedangkan yang kita lakukan jauh lebih realistik," kata Prof Supiandi.

Ia menjelaskan hasil penelitiannya, emisi sawit ada 2 yaitu dari akar dan emisi karena hilangnya karbon dari gambut. Jika digabungkan keduanya angkanya memang besar. Namun, Net Emition itu sebenarnya sangat kecil yakni 20-20 ton Co2 per hektar per tahun. 

"Ini hasil penelitian kita setahun ini. Hasil ini sangat signifikan bagi kita dan dunia international," kata dia.

Meski emisi kelapa sawit kecil, kata dia, tetap ada pengaruhnya terhadap perubahan iklim. Namun, tidak sebesar sebagaimana dikampanyekan oleh lembaga lain yang di negaranya tidak familiar perkebunan sawit.

"Semua akan ada pengaruh dengan lingkungan, bukan hanya sawit. Kalau sawit dikatakan paling besar itu tidak benar," kata dia.

Menurut guru besar IPB itu, hasil penelitiannya sangat signifikan. Sebab, kelapa sawit tidak dianggap sebagai parameter yang paling tinggi untuk kerusakan lingkungan. 

"Metoda penelitian mereka rasionya menggunakan asumsi. Sedangkan motoda kita data ril dari pengukuran. Kita masih confidence, 1 titik mengcover 530 Ha," kata dia.

Pihaknya bakal mengekspos hasil penelitian ini agar masyarakat dapat mengetahuinya.

Penelitian ini dilakukan sebenarnya berdasarkan permintaan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI akibat adanya kampanye terhadap kelapa sawit menghasilkan emisi yang tinggi. (*)

Baca Juga